Adakah Strategi Pemilu Gaet Suara Milenial?

Bagikan :

Bagikan :

Politikamalang – Kota Malang, Adakah strategi pemilu gaet pemilih pemula? Realita menjelang pemilu 2024, katanya selain menjaring suara perempuan, ada baiknya kalau fokus juga pada suara pemilih pemula. Menurut pakar dan berita yang beredar dari Bawaslu memprediksi pemilih muda pada 2024 akan tembus sampai 60 persen.

Luar biasa bukan? Maka ini sejalan dengan Munculnya trend keterwakilan milenial atau generasi anak muda untuk tampil pada pemilihan umum atau bidang politik sepertinya merupakan trend yang bagus, guna menampilkan bahwa negara kita tidak tertinggal masalah politik. Tidak melulu di wakilkan oleh yang sudah berumur, bahwa ketersediaan anak muda dalam politik ini merupakan kesegaran baru, di harap kantong-kantong suara pemilih akan lebih besar dan bisa menjaring pemilih pemula. Pemilih pemula bahkan katanya mudah di jaring dengan konten anak muda yang menginspirasi.

Ada partai yang isinya hampir semua milenial, tapi tidak serta merta membuat kita ingin menjatuhkan pilihan terhadap mereka. Karena katanya kurang ideologis, kurang kuat visi dan misinya, kurang mampu mengangkat akar masalah negara untuk diselesaikan, kalau ngomong masih ha-ho-ha-ho.  Maka kembalilah kita pada partai-partai yang sudah mengikuti berkali-kali pemilu.

Iklan

Partai yang katanya kaderisasinya kuat, ideologisnya mantap, atau yang kantong suara dalam pengajiannya besar. Lalu, partai-partai tua ini muncul dengan harapan politisi milenial. Yang kadang malah bikin terasa kesan “idih, ngapain ini joget-joget kan partainya alirannya ini”. Serba salah bikin strategi untuk milenial. Karena yang ikut komen bukan hanya para anak muda, atau pemilih pemula. Tapi seluruh netizen Indonesia.

Menurut Ahli

Lalu enaknya gimana? Menurut Richard Harker dalam pengantar Paling Komprehensif kepada Pemikiran Pierre Bourdieu,  dalam politik seseorang harus memiliki modal istimewa dan spesifik seperti otoritas, prestasi dan sebagainya untuk dapat menampilkan tindakan yang di hargai dan membuatnya menjadi individu yang berpengaruh. Selain itu  juga harus memiliki habitus yang memberinya strategi dan tingkah laku yang memungkinkannya menyesuaikan diri dan beradaptasi secara memadai dengan ranah intelektual.

Maka kalau sekedar joget tiktok, atau hanya mengikuti trend milenial. Agaknya tetap susah menjaring  suara pemula, karena terkadang malah di jadikan bahan roasting oleh para netizen kita. Karena di Indonesia, ke intelektualan dan attitude politisi tidak di pungkiri menjadi pertimbangan nomor satu. Oleh Sebab itu, pesan untuk politisi milenial di utamakan intelektual, attitude dan asal usul. Sehingga, partai pengusung hanya memoles hal – hal yang perlu diseragamkan dengan visi dan misi, selebihnya kembalikan kepada rakyat.

Ada juga langkah yang lebih mudah yakni mengajak politisi milenial yang dalam kehidupannya sudah menjadi selebritis walau seolah-olah. Selebtok, selebgram, atau yuotuber. Walau nanti akhirnya pasti akan jadi bahan bully rakyat. Orang-orang macam ini mudah menginspirasi, karena kontennya yang tidak sarat kepentingan, tapi apalah jadinya kalau tiba-tiba mendeklarasikan diri sebagai kader partai dengan ideologi tertentu. Tenang, biasanya gejolaknya hanya sebentar. Tapi lagi, lagi menjadi seorang kader partai, calon politisi muda, dan menginspirasi tetap harus bisa all out menghadapi rakyat Indonesia.

Jadi gimana? Mau pilih politisi muda, atau yaudahlah mantab sama yg lama aja!

* Penulis : Dr. Atika Candra Larasati., S.IP., M.Si. (Creative Director Hasta Creative Space)

** Seluruh isi dalam artikel ini menjadi tanggungjawab penulis

*** Politikana News terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 5000 karakter. Sertakan riwayat hidup singkat dan cantumkan nomor telepon/ WA agar dapat terkonfirmasi. Kirim naskah ke alamat email: [email protected] , atau No WA: 0881-0820-79809

Bagikan :

Disarankan

Terpopuler

Terbaru

Regional

Pilihan

Informasi