Butuh Ketegasan Pemangku Kebijakan Dalam Menata Kota Malang

Politikamalang
Sesi foto bersama ketika usai diskusi. (Foto: Harianto/politikamalang)

Bagikan :

Bagikan :

PolitikamalangKota Malang, Jum’at  malam, 15 Juli 2022, Majelis Daerah Korps Alumni HMI Kota Malang, melalui Kahmi Forum menggelar Diskusi rutin di Gedung Graha Insan Cita (GIC) Suhat.

Diskusi seri ke-2 ini mengangkat tema tentang Desain Tata Kota Malang, antara ide dan realitas. Diskusi yang dipandu langsung oleh Koordinator Kahmi Forum, Harianto berjalan selama 2 jam lebih mengupas banyak hal berkaitan dengan perkembangan dan problem tata Kota Malang.

Hadir sebagai narasumber diskusi ini yaitu Dr. Ir. Ibnu Sasongko, MT. Pakar tata ruang ITN Malang dan Adamsyach Adikara, ST., MT., IAP. yang merupakan Ketua umum Ikatan Ahli Perencana (IAP) Jawa Timur.

Iklan

Kota Malang memiliki problem mendasar dalam hal perkembangan tata kota. Menurut Adamsyach, hal tersebut disebabkan antara lain oleh jumlah penduduk yang terus meningkat dan disisi lain pembangunan yang berlangsung kerap mengabaikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Lebih lanjut, Dia mencontohkan luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang terus menurun akibat alih fungsi menjadi bangunan. Sementara itu, pergeseran titik aktivitas masyarakat (pendidikan dan ekonomi) tidak didukung dengan lebar jalan yang memadai sehingga kerap mengikibatkan kemacetan.

Narasumber dari Pakar Tata Ruang ITN Malang Dr. Ir. Ibnu Sasongko., MT dan Ketum IAP Jatim, Adamsyach., St , MT., IAP. (Foto: Harianto/politikamalang)

Lebih lanjut menurut adamsyach, saat ini Kota Malang membutuhkan Komitmen dan ketegasan pemangku kebijakan agar arah pembangunan tetap pada rule RTRW.

Sementara itu, Koko panggilan akrab Ibnu Sasongko, menambahkan RTRW harus menjadi pedoman perizinan agar dapat meminimalisir persoalan kota seperti saat ini.

Seiring perkembangan zaman, perkembangan kota tidak lagi terpusat dalam kawasan tertentu, melainkan sudah menyebar. Menurut Koko, hal ini berkontribusi pada pergerakan lalu lintas menjadi semakin padat.

Oleh sebab itu, sangat diperlukan regulasi yang mengatur arus lalu lintas dalam Kota. Gerakan jalan kaki dan inovasi angkutan umum dapat dilakukan untuk itu. Disisi lain, perlu adanya pengurangan pergerakan masyarakat. Hal ini diperlukan terlebih dahulu identifikasi mendalam tentang pola pergerakan lalu lintas rutin yang ada di Kota Malang. Melalui pendalaman tersebut, pemangku kebijakan dapat memenuhi fasilitas kebutuhan masyarakat, sehingga volume pergerakan lalulintas dapat diminimalisir.

Penataan Kota tidak bisa dipisahkan dengan masyarakatnya. Karena pada dasarnya menata Kota merupakan membangun peradaban. Hal ini yang disoroti oleh Firman Afrianto dalam Kahmi Forum. Firman yang merupakan wakil ketua IAP Jatim mengungkapkan, perencanaan dan pembangunan kota sudah semestinya membutuhkan nilai-nilai religius didalamnya. Karena dalam agama mengajarkan tentang keindahan, keserasian dan keseimbangan. Masyarakat perlu terus di edukasi terkait kesadaran akan pentingnya semua pihak untuk terlibat dalam penataan Kota.

Jika nilai-nilai yang ada sudah diabaikan, maka kepentingan ekonomi semata yang akan mendominasi. Budi Fathoni Arsitektur ITN juga membagi pengalamannya saat turut menangani cagar budaya di Kota Malang. Menurutnya dibutuhkan ketegasan dalam menjaga cagar budaya dari tekanan kepentingan lain yang akan menghapus nilai sejarah kota. (Harianto)

Bagikan :

Disarankan

Terpopuler

Terbaru

Regional

Pilihan

Informasi