Politikamalang – Kota Malang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang kembali menggelar rapat paripurna. Untuk mendengar jawaban Walikota Malang terhadap Pandangan Umum Fraksi DPRD Kota Malang terhadap Ranperda Bangunan Gedung, Senin (29/5/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Walikota Malang menjawab 49 pertanyaan dari 6 fraksi yang ada di DPRD Kota Malang.
Diantaranya menjawab pertanyaan fraksi PDI Perjuangan, fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dan Fraksi Damai Demokrasi Indonesia, terkait dengan terus tumbuhnya bangunan liar di atas trotoar, pemanfaatan lahan yang tidak sesuai, daerah kumuh. Serta bangunan yang sangat dekat dengan daerah aliran sungai yang seakan dibiarkan dan sulit didisiplinkan.
Menurut Sutiaji bahwa dalam rangka penertiban bangunan liar, yang berada di sepanjang daerah aliran sungai menjadi kewenangan balai besar wilayah sungai/ pemerintah provinsi.
“Sedangkan untuk sepanjang rel kereta api saat ini sedang dalam proses penertiban oleh PT. KAI,” jawabnya.
Menanggapi saran fraksi PDI Perjuangan, terkait pelaksanaan aturan tata ruang dan wilayah (RTRW) Kota Malang yang tendensius. Sehingga dalam hal ini, fraksi PDI Perjuangan meminta pemkot dalam pemberian izin bangunan gedung tidak boleh hanya memperhatikan nilai dan nominal investasi saja. Melainkan harus juga memperhatikan dampak lingkungan.
Dikatakan Sutiaji bahwa saran tersebut diperhatikan, dan bahwa pemberian izin bangunan gedung saat ini sudah mengikuti peraturan pemerintah nomor 16 tahun 2021 tentang peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung dengan persyaratan izin lingkungan.
“Dapat dipenuhi dengan dokumen lingkungan yang terdiri dari SPPL, UKL-UPL, Amdal, Amdalalin sesuai dengan peraturan perundangan,” ungkapnya.
Kemudian menanggapi saran fraksi PDI Perjuangan, terkait yang belakangan mengenai tata ruang kota dan infrastruktur kota yang semerawut. Terutama kritik tentang sistem kabelisasi yang buruk, pipanisasi yang pasang bongkar, tiang-tiang yang menumpuk, bongkar pasang median jalan, pemberlakuan satu arah yang dianggap kurang kajian, kayutangan, MCC yang penuh dengan kritik tajam.
Menurut Sutiaji saran tersebut diperhatikan, bahwa terkait penataan utilitas kota menjadi bahan pertimbangan pada penyusunan rancangan detail tata ruang.
“Sedangkan terkait dengan penanganan kemacetan lalu lintas dilakukan evaluasi manajemen dan rekayasa lalu lintas secara berkala,” jelasnya.
Dan menjawab pertanyaan fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, terkait banyak bangunan liar semi permanen di pinggir jalan dengan memanfaatkan lahan pemerintah. Yang menambah sulit penataan dan pemanfaatan bangunan gedung untuk kepentingan yang lebih besar.
Sutiaji menyampaikan bahwa terkait keberadaan bangunan liar semi permanen di pinggir jalan yang memanfaatkan fasilitas umum. Selama ini pemerintah kota malang secara bertahap telah melakukan penertiban dan mengembalikan lahan tersebut pada fungsinya.
“Pemkot Malang selama ini telah melakukan penertiban dan mengembalikan lahan tersebut pada fungsinya,” tandas Sutiaji.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Malang, I Made Riandiana Kartika menilai, bahwa jawaban yang disampaikan Walikota Malang tersebut bersifat normatif saja. Karena memang nanti secara teknis akan diperdalam oleh pansus yang setelah ini segera akan melakukan rapat internal guna menentukan pansus untuk penyelenggaraan bangunan gedung.
“Jadi hal-hal urgen yang teknis belum terjawab. Terutama terkait dengan penertiban bangunan tentang keselamatan, kenyamanan dan aturan-aturan yang dilanggar tentang bangunan liar yang kita sadari bersama itu dilematis,” ujarnya.
Satu sisi masyarakat kalau diusir itu unsur kemanusiaannya bagaimana, satu sisi secara aturan melanggar. Disinilah kita inginkan ada aturan khusus di Perda ini yang sama-sama win win solution terhadap pelanggar-pelanggar itu.
“Karena kalau ini ditetapkan, saya meyakini pasti akan ada gejolak. Tapi tetap hukum tertinggi Perda harus kita tegakkan, mau tidak mau ya memang itu untuk kenyamanan bersama,” tuturnya.
“Dan harus diingat bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu berarti untuk semua merasa nyaman dan merasa tidak ada yang dirugikan,” imbuhnya.
Tapi yang terpenting dari itu sebenarnya lanjut Made adalah keselamatan. Faktor keselamatan itulah yang di rel kereta api memang sudah ada penertiban. Kemudian yang di bantaran sungai karena ini urusannya juga dengan BWS provinsi.
Penertiban ini bagian dari sebenarnya goalnya adalah masalah masterplan banjir. Ini ada kaitannya karena di masterplan banjir kemarin menyampaikan anggaran 1,8 triliun dengan syarat ketentuan berlaku. Yaitu ada penertiban bangunan liar.
“Anggaran 1,8 triliun itu menurut Made tidak akan bisa jalan jika tidak ada penertiban bangunan liar. Karena anggaran 1,8 triliun itu multi years lima tahun, sehingga perlu persiapan-persiapan aturan di situ,” tandasnya.
Lebih lanjut, sekretaris Komisi B dari F-PKB Arief Wahyudi menyampaikan, perda Bangunan Gedung ini mempunyai urgensi yang sangat tinggi seiring dengan pembangunan kota Malang kedepannya.
“Sebagai contoh, terbaru bagaimana gagapnya kita semua ketika terjadi kebakaran di Malang Plaza baru baru ini. Mulai dari hydrant yang ternyata tidak ada dan fasilitas keamanan lainnya yang juga sangat minim. Sehingga kebakaran yang seharusnya bisa dilokalisir yang tentu akan mampu mengurangi kerugian yang ada,” ucap pria asli Malang ini.
Belum lagi ketika melihat kondisi lahan yang ada di Kota Malang sangat banyak yang berada di bantaran sungai. Tentu ini memerlukan regulasi agar keamanan bangunan bisa terjaga dengan baik.
Disamping itu masih banyak hal-hal detail yang akan termuat di dalam Perda Bangunan Gedung
Termasuk di dalamnya bangunan yang ada di Kota Malang tidak akan merusak sumber daya alam.
“Malah sebaliknya harus mampu menjaga keseimbangan alam misalnya ada kewajiban setiap bangunan gedung menyediakan sumur resapan, ada tanaman pelindung dan sebagainya,” pungkasnya. (Agus N)