Share

Petahana Tampak Akan Memborong Partai: Langkah Tidak Percaya Diri Di Pilkada NTB

Politikamalang
M. Sufyan Juliandi Indra Jaya, aktivis Mahasiswa NTB. (Foto: Ist/politikamalang)

Share

Politikamalang – Pilkada Gubernur NTB (Nusa Tenggara Barat) kali ini seperti arena yang dramatis dalam politik lokal, dimana pertarungan antara petahana yang berpengalaman dan pendatang baru menarik untuk kita perhatikan. Dalam hal ini membahas Dr. Zulkiflimansyah seorang petahana yang telah teruji dan Lalu Muhamad Iqbal seorang penantang baru yang dikenal atas prestasinya di tingkat nasional sebagai Duta Besar Turki. Inti dari tulisan ini adalah ingin melihat bagaimana keduanya mengelola dinamika dan strategi.

Tantangan Mempertahankan Kekuasaan

Dr. Zulkiflimansyah memiliki karir yang terbangun atas dasar pengalaman kuat di pemerintahan terlihat menghadapi tantangan dalam menjaga posisinya sebagai petahana. Keterampilan memimpin dan pengambilan keputusan yang telah teruji selama menjadi DPR RI dan gubernur NTB (2018-2023) memang tidak lagi diragukan. Namun peran sebagai petahana memiliki beban cukup besar dalam mempertahankan dukungannya, terutama setelah memimpin bertahun-tahun.

Iklan

Tentang koalisi partai yang sudah di selesaikannya, baru-baru ini Dr. Zulkiflimansyah mendapat rekomendasi istimewa oleh partai demokrat. Partai yang sebelumnya terlihat akan mendukung Lalu Muhamad Iqbal dengan cepat dan tegas kemudian beralih dukungan, Dr. zulkiflimansyah adalah politisi berpengalaman yang cekatan. Namun, tantangan pilkada tidak hanya terletak pada meraih suara dan membentuk koalisi tetapi juga pada memenangkan hati masyarakat dengan visi yang tajam dan terukur.

Lalu Muhamad Iqbal, sebagai penantang baru dalam Pilkada NTB dikenal dengan catatan prestasi nasional yang cukup mengesankan. Kiprahnya di kementrian luar negeri memberinya keunggulan untuk kembali ke daerah. Keputusan untuk mendorong Lalu Muhamad Iqbal ke NTB sebagai kandidat untuk Pilkada merupakan cerminan dari aspirasi masyarakat dalam melihat perubahan kepemimpinan daerah hari ini. Lalu Muhamad Iqbal hanya tinggal membuktikan dedikasinya dan menunjukkan komitmen untuk terus maju sebagai calon gubernur dengan segera menuntaskan pembentukan koalisi partai.

Meskipun hari ini belum mendapatkan rekomendasi pasti dari partai manapun, Lalu Muhamad Iqbal ternyata mampu menjadi figur yang patut diperhitungkan. Kejadian pergeseran dukungan dari Partai Demokrat yang awalnya mendukungnya, namun kini beralih mendukung Dr. Zulkiflimansyah menunjukkan dinamika politik yang cepat berubah. Sehingga Dr. Zulkiflimansyah kini telah memperoleh rekomendasi pasti dari tiga partai besar yakni Demokrat, Nasdem, dan PKS. Yang lain akan menyusul juga katanya seperti Hanura dan PPP. Artinya total dukungan Dr. Zulkiflimansyah hari ini berjumlah 18 kursi, itu sudah lebih dari cukup untuk maju sebagai calon gubernur.

Sehingga, ini menunjukkan kepercayaan diri sebagai petahana yang tampaknya belum sepenuhnya terpancar. Kondisi ini sebagai pengingat saja untuk tidak hanya mengandalkan koalisi partai, karena belum tentu berdampak pada dukungan elektoral yang kuat. Kemenangan dalam pemilihan kepala daerah tidak hanya ditentukan oleh jumlah kursi partai yang mendukung, tetapi juga oleh kepercayaan publik dan strategi kampanye yang efektif. Petahana harusnya maju dengan lebih percaya diri daripada sibuk memborong kursi.

Strategi politik dalam Pilkada tidak hanya tentang memenangkan suara tetapi juga tentang membangun basis dukungan yang kuat dan berkelanjutan. Dr. Zulkiflimansyah harus mampu menunjukkan bahwa kepemimpinannya selama ini telah memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat NTB. Ini melibatkan komunikasi yang jelas dan efektif tentang pencapaian dan rencana masa depannya, serta kemampuan untuk menjelaskan secara meyakinkan mengapa ia adalah pilihan terbaik dalam meneruskan kepemimpinan.

Dinamika Partai dan Ancaman “Memborong” Dukungan

Dalam konteks politik lokal, dinamika partai memang seringkali memainkan peran penting dalam menentukan hasil Pilkada. Namun ancaman yang sering muncul adalah praktik “memborong rekomendasi” dari partai politik, yang dapat merusak proses demokrasi dan mengurangi pilihan yang tersedia bagi pemilih. Sehingga, kandidat lebih baik berhati-hati agar tidak jatuh dalam perangkap ini. Dr. Zulkiflimansyah baiknya mampu memastikan bahwa kampanyenya didasarkan pada kepentingan masyarakat luas, bukan hanya pada upaya untuk mempertahankan kekuasaan.

Dinamika politik dalam Pilkada NTB ternyata menawarkan pandangan menarik tentang pentingnya membangun dukungan yang kuat dan berkelanjutan. Sebagai petahana Dr. Zulkiflimansyah menghadapi tantangan untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat, bukan hanya sibuk memborong dukungan partai. Pilkada bukan hanya tentang merebut atau mempertahankan kekuasaan semata, tetapi juga tentang bagaimana setiap kandidat ini mampu merespons kebutuhan dan aspirasi secara komprehensif. Dengan memahami dinamika politik yang ada dan strategi kampanye yang tepat, setiap kandidat harus juga mampu menunjukkan bahwa masyarakat NTB akan mendapatkan pemimpin yang lebih tepat.