Politikamalang – Kota Malang, Pemerintah Kota (Pemkot) Malang melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) bakal melakukan revitalisasi Alun-alun Tugu. Revitalisasi rencananya dimulai dengan menghilangkan atau membongkar pagar bata yang mengelilingi Alun-alun Tugu.
Menanggapi hal tersebut, Sejarawan Kota Malang, Dwi Cahyono mengatakan, ada sisi positif dan negatif jika tembok Alun-alun Tugu itu dihilangkan.
Dijelaskan Dwi Cahyono, jika menilik pada masa kolonial Belanda tahun 1920, Alun-alun ini memang tidak dilengkapi dengan pagar keliling. Bahkan pada saat itu bangunan tugu ini juga belum ada.
Baru kemudian setelah masa kemerdekan, tepatnya tahun 1953, bangunan tugu ini diresmikan Presiden Soekarno. Itu pun juga tanpa ada pagar bata keliling.
“Pagar keliling ini kalau tidak salah baru ada sekitar 15-20 tahun yang lalu,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Menurut Dwi, dengan adanya pagar keliling ini akan menghalangi pandangan ke dalam Alun-alun Tugu. Sehingga taman yang ada didalamnya tidak dapat terlihat dari luar karena terhalang pagar.
“Jadi percuma kalau tamannya dibuat bagus, tapi diberi pagar tembok, sehingga tidak bisa terlihat dari luar. Itu sisi negatifnya jika pagar keliling ini tidak dibongkar,” ungkapnya.
Beda halnya jika pagar keliling ini dihilangkan. Pandangan dari luar bisa langsung masuk ke dalam Alun-alun Tugu tanpa terhalang.
Kalau tanpa pagar, taman yang ada di alun-alun ini dapat dilihat tanpa orang harus masuk ke dalam. Selain itu, dengan tidak adanya pagar penghalang, mungkin dapat menghindarkan dari tindak asusila karena pandangan dari luar bisa langsung melihat ke dalam.
“Itu sisi positif jika pagar keliling ini dihilangkan,” ucapnya.
Namun demikian menurutnya, pembongkaran pagar keliling ini dirasa belum perlu dilakukan dalam waktu dekat ini. Mengingat, kondisi pagar yang masih bagus dan kokoh.
“Jadi tidak mendesak. Misalnya mau dibongkar 4-5 tahun lagi itu tidak apa-apa, tidak harus sekarang. Justru kalau pagar itu dibongkar akan menghilangkan aset yang sebenarnya masih bagus,” tuturnya.
Apalagi untuk membongkar pagar itu juga tidak mudah dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kemudian pagar itu juga sudah cukup familiar dengan masyarakat Malang.
“Usianya sekitar 15-20 tahun, sehingga sudah cukup familiar dengan warga Malang,” tandasnya.
Lebih lanjut diakui Dwi Cahyono, hingga saat ini dirinya belum mengetahui gambaran pasti desain baru Alun-alun Tugu. Pasalnya ia menilai Pemkot Malang tidak mau mempublish atau membagikan desain Alun-alun Tugu yang baru ke publik.
“Jadi publik itu tidak tau pagar ini dibongkar terus mau dijadikan apa, bentuknya seperti apa,” tanyanya.
Harusnya, lanjut Dwi Cahyono, desain yang baru itu dishare saja ke publik. Agar setelah dibangun nanti tidak jadi pembicaraan.
“Jadi gambar desainya bisa di share di media sosial atau dibuatkan banner supaya warga itu tau. Sosialisasikan ke publik sehingga ada tanggapan dari masyarakat perlu atau tidak pagar itu dihilangkan,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala DLH Wahyu Setianto, menampik jika ada anggapan bahwa desain baru revitalisasi Alun-alun Tugu tidak di publish ke publik.
“Untuk desain sudah kita share ke publik. Tidak mungkin kita sembunyi-sembunyi, ini kan untuk kepentingan masyarakat Kota Malang sehingga semua terbuka,” akunya.
“Nanti saya coba tanyakan dulu ke staff, linknya untuk melihat desain yang sudah dipublish dimana, karena saya juga lupa. Tapi yang jelas sudah dipublish,” tandasnya.
Untuk desain Alun-alun Tugu menurutnya sudah final dan sudah diskusikan dengan semua pihak. Bahkan Wahyu mengaku sudah melakukan FGD sebanyak tiga kali.
“Yang jelas waktu itu kita sudah mengundang tokoh masyarakat, sejarawan, anggota dewan, tokoh-tokoh pemerhati Kota Malang dan semua sudah oke,” akunya.
Lebih lanjut menanggapi adanya masyarakat yang menolak pembongkaran pagar, menurut Wahyu hal itu sudah wajar terjadi. Namanya pemerintah ingin melakukan pembenahan agar masyarakat lebih nyaman, tapi tetap saja pasti ada penolakan itu merupakan hal yang wajar.
“Tapi secara mayoritas masyarakat justru banyak yang mendukung. Jadi komponen masyarakat maupun dari dewan juga mendukung,” tuturnya.
Sementara itu dijelaskan Wahyu, revitalisasi Alun-alun Tugu akan dilaksanakan dalam dua tahap dengan total anggaran Rp 3,6 milyar. Tahap pertama di tahun 2022 ini akan dimulai dengan membongkar pagar keliling dan pelebaran pedestrian 5 meter dengan anggaran Rp 1,5 milyar.
“Sisanya penataan taman dan lampu dilakukan tahun berikutnya 2023 dengan anggaran Rp 2,1 milyar,” sebutnya.
Disampaikan Wahyu, alasan pembongkaran pagar ini lebih kepada ingin mengembalikan suasana Alun-alun Tugu seperti dulu yang awalnya memang tanpa pagar. Kemudian ada juga beberapa permintaan dari masyarakat yang meminta pagarnya dibongkar agar tamannya bisa terlihat lebih indah dan bagus, karena nanti akan diberikan lampu-lampu.
Dari sisi keamanan untuk taman, nanti akan dibantu oleh Satpol PP. Termasuk dari sisi keamanan lalu lintas nanti akan terkoneksi denga dinas perhububgan dengan forum lalulintas.
“Jadi nanti di simpang 6 itu nanti masing-masing simpangan akan diberikan rambu agar pengguna jalan lebih hati-hati. Juga nanti kalau perlu akan diberi pita kejut,” pungkasnya. (Agus N)