Share

Vonis Ringan Harvey Moeis; Cerminan Ketidakadilan Hukum di Indonesia

Politikamalang
Wasekjend PB HMI, La Rian Hidayat., SH., MH. (Foto: Ist/politikamalang)

Share

Politikamalang – Nasional, putusan hakim yang menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara kepada Harvey Moeis terdakwa kasus korupsi timah yang merugikan negara kurang lebih sebesar Rp 300 triliun menuai kritik tajam dari berbagai pihak.

Salah satunya dari La Rian Hidayat selaku Wasekjend PB HMI sekaligus mantan Ketua Umum HMI Cabang Malang Periode 2022-2023, menilai bahwa vonis tersebut mencerminkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia dan ketidakadilan sosial yang serius. Menurut La Rian korupsi sebesar Rp 300 triliun bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga merupakan kejahatan luar biasa terhadap rakyat dan negara.

“Vonis ringan tersebut sangat-sangat menciderai rasa keadilan masyarakat dan memberikan sinyal buruk bahwa pelaku korupsi dengan skala besar tetap dapat lolos dengan hukuman minimal,” tegas Rian sapaan akrabnya. Senin, (30/12/24)

Iklan

Lebih lanjut, La Rian mengungkapkan bahwa vonis tersebut sangat berdampak besar terhadap kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia. Ketika kejahatan sebesar ini hanya dihukum ringan, masyarakat akan semakin skeptis terhadap independensi dan integritas lembaga hukum.

“Ini berpotensi menciptakan krisis kepercayaan yang mengancam stabilitas sosial. Selain itu, uang sebesar Rp 300 triliun yang dikorupsi seharusnya dapat digunakan untuk membangun fasilitas kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur bagi masyarakat miskin. Vonis ringan ini seakan mengabaikan penderitaan rakyat yang kehilangan hak mereka akibat korupsi”, lanjut La Rian lulusan Magister Hukum

La Rian juga mengkritik sistem hukum yang tampaknya lebih berpihak kepada elite yang memiliki akses terhadap kekuasaan daripada kepada keadilan substantif. Dengan mengutip pendekatan critical legal studies (CLS), ia menyoroti bahwa hukum sering kali mencerminkan kekuatan politik dan ekonomi.

“Putusan seperti ini menunjukkan lemahnya keberpihakan hukum pada rakyat kecil, sementara elite korup bisa mendapatkan keringanan hukuman meski dampak perbuatannya sangat besar,” ujarnya.

Ia juga mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil langkah konkret dalam pemberantasan korupsi. “Sebagai presiden yang baru dilantik, Prabowo memiliki momentum besar untuk menunjukkan komitmennya melawan korupsi. Langkah tegas seperti mempertimbangkan hukuman mati untuk kasus korupsi besar melalui perubahan undang-undang bisa menjadi sinyal kuat bahwa pemerintahannya serius dalam memberantas korupsi,” ungkap La Rian.

Menurutnya, kebijakan ini akan sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Prabowo. Jika tidak ada tindakan konkret, kepercayaan publik terhadap pemerintah bisa luntur.

Sebagai tambahan, La Rian menyarankan reformasi menyeluruh dalam sistem peradilan, termasuk transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan hakim. Ia juga menekankan pentingnya kebijakan preventif seperti pengawasan anggaran dan penguatan sanksi bagi pelaku korupsi.

“Korupsi adalah kejahatan luar biasa, dan hukumannya harus mencerminkan beratnya kejahatan tersebut. Kita butuh langkah nyata, tidak hanya wacana, untuk memastikan keadilan bagi rakyat Indonesia,” tutup La Rian. (Dian)